Kebijakan TKDN di Alat Kesehatan dan hubungannya dengan AKD/AKL di proses ijin edar

Forum Industri Alat Kesehatan Bekerjasama dengan
Direktorat Penelitian UGM
mengadakan:

ReportaseKerangka Acuan Kegiatan - Materi & Video

PKMK – Pada Kamis, 14 April 2022 telah diadakan oleh Forum Kebijakan Industri Alat Kesehatan bekerjasama dengan Direktorat Penelitian Universitas Gadjah Mada dan Millennial Project sebuah webinar bertajuk “Kebijakan TKDN di Alat Kesehatan dan Hubungannya dengan AKD/AKL di Proses Izin Edar”. Kegiatan ini menghadirkan Sarjuni Adicahya, S.T., M.M selaku narasumber beserta Ir. Sodikin Sadek, M.Kes. dan Nila Kumalasari, S.T., .M.T selaku pembahas.

Sesi pendahuluan dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D yang merupakan Staf Khusus Menkes bidang Resiliensi Industri Obat dan Alat Kesehatan. Beliau menyampaikan bahwa saat ini telah hadir dua kebijakan identifikasi jenis alat kesehatan, yakni berdasarkan Nomor Izin Edar (NIE) yang terdiri dari AKD (untuk produk dalam negeri) dan AKL (untuk produk luar negeri), dan TKDN (untuk mengidentifikasi tingkat kandungan lokal). Namun, TKDN terkait alkes masih mengacu pada regulasi TKDN untuk umum yakni Permenperin 16/2011. Sehingga perlu disusun tersendiri, terutama untuk membantu percepatan pengembangan dan ketahanan industri alkes Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menghubungkan AKD/AKL dengan TKDN.

Masuk ke sesi utama, kegiatan dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, S.KM., M.Kes dibersamai Sarjuni selaku pembicara utama. Dalam paparannya, beliau menjelaskan bahwa situasi saat ini, industri alat kesehatan tumbuh 12% per tahun namun 90% alkes masih diimpor. Sebagai langkah meningkatkan produksi dalam negeri maka dikenal prinsip TKDN. Konsep TKDN sendiri sangat dipengaruhi oleh regulasi, permintaan, dan pengadaan oleh pemerintah. Tujuan regulasi TKDN adalah untuk memaksimalkan penguasaan teknologi sehingga terjadi pertumbuhan dalam ekosistem industri dan pemberdayaan produksi dalam negeri. 

Perhitungan TKDN dapat menggunakan sistem cost based atau process based yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kemenkes mengusulkan untuk menggunakan metode kombinasi dalam industri alat kesehatan. Perhitungan TKDN alkes yang diajukan dibagi berdasarkan kelas risiko:

  1. Kelas A: manufacturing 90% + pengembangan 10%
  2. Kelas B: manufacturing 80% + pengembangan 20%
  3. Kelas C: manufacturing 70% + pengembangan 30%
  4. Kelas D: manufacturing 60% + pengembangan 40%

Setelah menghitung TKDN, akan disusun urutan berdasarkan persentase TKDN. Produk dengan TKDN tinggi akan menduduki peringkat di atas produk dengan TKDN rendah, meski secara harga mungkin lebih mahal. Daftar tersebut akan dapat diakses melalui e-Katalog tempat para calon konsumen dapat melihat referensi dan memilih produk untuk dibeli.

Saat ini juga telah ditetapkan sanksi berdasarkan TKDN. Sanksi tersebut bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan kepatuhan konsumen untuk menggunakan produk dalam negeri secara konsisten. Pengawasan dan sanksi terhadap proses Peningkatan Penggunaan Produksi dalam negeri (P3DN) dilaksanakan oleh APIP Pejabat Pengawas Internal Tim P3DN dan diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2018. 

Pembahas pertama, Sodikin, menanggapi bahwa usulan Kemenkes tentang sistem penilaian dan kelas TKDN mungkin belum disetujui oleh Kemenperin. Saat ini, hampir sebagian besar industri alkes berada di Kelas B (80% manufacturing + 20% pengembangan) padahal artinya dalam kelas ini memiliki risiko tinggi. Hal ini masih berproses agar industri alkes dapat bergerak ke kelas D yang memiliki 40% pengembangan. Beliau juga menyampaikan tentang di mana posisi NIE dalam industri alkes. NIE menjadi kewajiban untuk dimiliki oleh alkes sebagai bukti bahwa alat tersebut aman, bermutu, teruji klinis, dan siap dipakai. NIE untuk produk dalam negeri dikenal dengan nama AKD, sedangkan untuk produk luar negeri/ impor dikenal dengan AKL. Kemenkes semaksimal mungkin mendorong penggunaan produk alkes dalam negeri yang telah memiliki NIE dan mempertimbangkan TKDN menjadi salah satu kriteria. Kepemilikan NIE menjadi dasar untuk mendaftarkan produk ke e-Katalog. Apabila dalam e-Katalog Nasional Alkes sudah ada produk dalam negeri yang bisa memenuhi kebutuhan nasional, maka produk impor akan diturun tayangkan.

Selanjutnya, Nila Kumalasari, membahas bahwa saat ini terdapat momentum dengan hadirnya Inpres nomor 2 tahun 2022 dan anggaran belanja 40% yang diwajibkan untuk membeli produk dalam negeri. Jika terdapat pembelanjaan tersebut, dapat menaikkan ekonomi negara sebesar 1,5-1,7%. Jika ditambah dengan pemerintah daerah dan BUMN, maka dapat tercapai pertumbuhan ekonomi 5,7%. Beliau juga menyebutkan bahwa di atas Inpres, masih terdapat Undang-undang yakni UU No 3/2014 yang menyatakan kewajiban menggunakan produk dalam negeri. Dijelaskan lebih lanjut jika terdapat produk dalam negeri dengan penjumlahan TKDN dan BMP paling sedikit 40%, maka harus dilakukan belanja minimal 25% dari produk tersebut dan melarang penggunaan produk impor. Dengan adanya regulasi-regulasi tersebut, menjadi semakin mantap dan semakin jelas arah gerak perindustrian di Indonesia menuju ketahanan ekonomi yang bersumber pada produk dalam negeri.

Dalam sesi penutup, Prof Laksono mengungkapkan bahwa artinya telah jelas titik tengah hubungan antara NIE (AKD/AKL) dengan TKDN dan bagaimana kedua komponen tersebut dapat membantu percepatan pertumbuhan ekonomi sehingga terbentuk ketahanan industri, utamanya alat kesehatan. Beliau menerangkan, selanjutnya mungkin diperlukan upaya penyusunan strategi kampanye penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri. Tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan instansi, tapi juga masyarakat umum sehingga momentum yang berharga ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Webinar ini bukan akhir dari perjalanan forum industri alat kesehatan. Masih akan terdapat berbagai webinar membahas aspek lain industri alkes dengan mengusung kerangka PATH. Sampai bertemu di episode berikutnya!

Latar Belakang

TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) merupakan kebijakan penting untuk ketahanan industri alkes dan melengkapi kriteria AKD/AKL. Industri alat Kesehatan saat ini masih menggunakan formulasi TKDN oleh Kemenperin yang sudah ada sejak 2011. Formulasi ini bersifat umum untuk semua jenis produksi. Dalam konteks produk dalam negeri, saat ini digunakan pendekatan AKD (Alat Kesehatan Dalam negeri) dan AKL (Alat Kesehatan Luar negeri/ bukan produk lokal). Penggunaan AKD dan AKL mempunyai kesulitan karena tidak dapat menentukan tingkat kandungan lokal di alat kesehatan secara jelas.Dalam situasi ini, proses penyusunan formula TKDN alat kesehatan menjadi kunci untuk menunjukkan nilai kandungan lokal dalam industri alat kesehatan dan dapat menyempurnakan kriteria AKD/AKL. Dengan demikian dapat berjalan dua kebijakan yang parallel, penggunaan AKD dan AKL, serta TKDN yang perlu disinergikan.

 

  Tujuan Kegiatan

Seri webinar ini menggunakan kerangka pikir yang telah dikembangkan oleh PATH, dimana rantai penyediaan alat kesehatan pada fasilitas kesehatan meliputi produksi dan distribusi, pengadaan (procurement) dan pembiayaan, kebijakan dan regulasi, pemberian pelayanan di fasilitas kesehatan, hingga pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan, sebagaimana ditunjukkan pada bagan berikut. Webinar kali ini akan menitikberatkan pada sisi Pengadaan (Procurement) dan Pendanaan alat kesehatan. Tujuan webinar adalah:

  1. Membahas formula TKDN untuk alat Kesehatan;
  2. Membahas komplikasi hubungan parallel antara system AKD/AKL dengan TKDN.
  3. Membahas kemajuan penyusunan formula TKDN saat ini.

Narasumber

Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk webinar secara daring, yang diisi oleh:

  1. Materi oleh Sarjuni Adicahya, S.T., M.M selaku P3DN Assistant Vice President Infrastructure Strategic Business Division PT Surveyor Indonesia.
  2. Pembahas 1 oleh Ir. Sodikin Sadek, M.Kes selaku Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
  3. Pembahas 2 oleh Nila Kumalasari selaku Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kemenperin RI.

Kegiatan dibuka dengan Pengantar dan ditutup dengan refleksi oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph. D yang merupakan Staf Khusus Menteri bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kesehatan. Kegiatan ini dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, MPH, peneliti senior di PKMK FK KMK UGM.

 

Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal      : Kamis, 14 April 2022
Pukul                    : 13.00-15.00 WIB

Susunan Acara

Waktu Topik Narasumber/PIC  
13.00-13.03 Pembukaan

 

MC: Alif Indiralarasati  
13.03-13.15 Sambutan acara dan Pengantar Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.

MATERI    VIDEO

 
13.15-14.45 Kebijakan TKDN di Alat Kesehatan: Kapan Mempunyai Formula untuk Melengkapi Kriteria AKD/AKL
Pemaparan Materi Sarjuni Adicahya, S.T., M.M

MATERI   VIDEO

 
Pembahasan Ir. Sodikin Sadek, M.Kes

MATERI    VIDEO

 
Pembahasan Nila Kumalasari

MATERI    VIDEO

 
Tanya Jawab Moderator: Ni Luh Putu Eka Putri Andayani  

  VIDEO

 
14.45-15.00 Refleksi dan Penutupan Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.

  VIDEO

 

 

Target Peserta

  1. Pembuat kebijakan di tingkat pusat maupun daerah
  2. Kelompok suppliers industri alat kesehatan (importir, produsen, distributor)
  3. Para peneliti dan inventor alat kesehatan
  4. Para pengelola RS pemerintah maupun swasta
  5. Alumni program studi kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan
  6. Dosen dan Peneliti bidang Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
  7. Pihak lain yang berminat

 

 Narahubung

dr. Alif Indiralarasati (0812 1553 2898)

COMMENTS