Reportase Webinar “Manajemen Penggunaan PET-CT di Rumah Sakit” Selasa, 23 April 2024

Yogyakarta. Webinar ini dilaksanakan oleh Pusat Studi Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan (IFTEK) UGM bersama FK-KMK UGM dan Cyclotek Pharmaceutical Indonesia yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penggunaan PET-CT di rumah sakit, bagi tenaga kesehatan, pengelola rumah sakit dan pihak-pihak yang terkait dengan pelayanan kanker di rumah sakit dan memberikan pelatihan mengenai analisis kelayakan dan manajemen bisnis dalam pelayanan diagnosis dini kanker menggunakan alat PET-CT, bagi pengelola rumah sakit di Indonesia dan praktisi kedokteran nuklir.

Webinar ini dibuka oleh sambutan dari Pusat Studi Industri Farmasi Teknologi Kesehatan (IFTEK) UGM, FK-KMK UGM dan Cyclotek Pharmaceutical Indonesia. Beberapa narasumber yang hadir dalam webinar tersebut adalah dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI), dr. Kardinah, Sp. Rad. (K) (Ketua Komite Medik RS Kanker Dharmais), Prof. Dr. dr Achmad Hussein S. Kartamihardja,, Sp.KN, M.H.Kes (Guru Besar FK UNPAD), dan Adj.prof. dr. Hans Wijaya, MM. (Direktur Cyclotek Pharmaceutical Indonesia). Selain para narasumber, webinar kali ini dihadiri oleh para pembahas yaitu Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar FK-KMK UGM), Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS. (Ketua PKMK FK-KMK UGM), Dr. dr. Bangbang Ariyanto, Sp. KNTM (Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia), dan Dr. dr. Nurhuda Hendra Setyawan, Sp.Rad, M.Sc (Dosen KSM Radiologi, RSUP Dr. Sardjito).


Panel 1: Strategi Nasional Pengembangan Layanan PET CT oleh dr Azhar Jaya, M.Kes (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan)

Menurut Azhar Jaya, kegunaan penggunaan PET CT antara lain mengevaluasi sejauh mana penyebaran kanker (penentuan stadium kanker), mendeteksi kekambuhan kanker, mencari penyakit primer yang tidak diketahui ketika telah ditemukan adanya penyebaran, membedakan lesi jinak dan ganas, mengevaluasi respon kemoterapi atau radioterapi, memilih lokasi tumor untuk panduan biopsy (area yang menangkap radiofarmaka tinggi), perencanaan pra bedah, perencanaan radioterapi dengan tujuan terapeutik dan paliatif. Selain bermanfaat di bidang onkologi, juga bermanfaat di bidang kardiologi dan neurologi.

Tingkat akurasi PET CT ~30 % lebih tinggi dibandingkan CT Scan. Keunggulan PET CT dibanding CT Scan adalah dapat mendeteksi kanker secara molekuler, fungsi, dan anatomi. Citra seluruh tubuh sehingga dapat mendeteksi penyebaran secara luas; mempunyai resolusi, sensitivitas, spesifisitas dan akurasi tinggi dibandingkan CT Scan; menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan sehingga pemeriksaan bisa lebih cepat; dan menghemat biaya terapi karena dapat menginformasikan lebih cepat respon dan tidak responnya terhadap terapi yang telah dilakukan. 

Saat ini per tahun 2024, sebaran PET CT di dunia tersebar paling banyak di Jepang 464 PET CT. Sebaran di Indonesia sendiri, baru ada 2 provinsi yang mampu melaksanakan layanan PET CT yakni di Provinsi Daerah Khusus Jakarta: RS Kanker Dharmais, MRCCC Siloam, RS Gading Pluit dan Provinsi Jawa barat: RS Hasan Sadikin. Saat ini, Kemenkes RI sedang berupaya agar pada 2025 terdapat 15 provinsi yang mampu layanan untuk PET CT.

Tantangan perluasan PET CT: fasilitas terbatas, biaya tinggi, SDM yang masih terbatas (Sp.KN, fisikawan medis, apoteker farmasi nuklir) , dan perizinannya kompleks. Tindak lanjut yang akan diupayakan oleh Kemenkes RI yaitu percepatan produksi dokter spesialis dan nakes penunjang layanan PET-CT dengan penambahan kuota residensi, hospital-based system, dan pemberian beasiswa pendidikan dan pelatihan. Selain itu, Kemenkes akan berupaya untuk mengadakan anggaran pengadaan alkes PET-CT dan siklotron, penyusunan standar nasional pembangunan ruangan center PET CT, memberi peluang kepada swasta untuk produksi radiofarmaka, dan menghimpun dukungan stakeholder terkait.

Materi Video

Pembahas 1.1: Prof. dr Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM)

Laksono menyampaikan bahwa saat benchmarking ke Australia, layanan PET CT tidak hanya ada di rumah sakit, namun ada juga di layanan primer semacam klinik, bahkan terdapat di klinik yang ada di tengah kawasan industri salah satunya di Bundoora. Terkait SDM, Indonesia dapat belajar dengan apa yang terdapat Rumah Sakit Austin. Laksono berharap semoga pada 2025 Indonesia bisa mengimbangi layanan PET CT yang ada di Malaysia dengan bersama memperbaiki sistem terkait PET CT tersebut.

Video

Pembahas 1.2: Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., MAS (Direktur PKMK UGM)

Andre menyampaikan bahwa alat PET CT saat ini digunakan sebagai skrining maupun early diagnosis/ diagnosa awal. PET CT digunakan untuk alat bantu skrining untuk kebutuhan asimptomatik dan digunakan sebagai alat bantu diagnosis awal untuk kebutuhan simptomatik. Menurut Andre, yang perlu diperhatikan salah satunya adalah jika PET CT digunakan sebagai alat bantu skrining, perlu dipastikan juga bahwa pasien akan mendapatkan intervensi terapi dengan alat bantu terapi dengan teknologi tinggi pula. Jika mau benchmarking di beberapa rumah sakit yang ada di luar negeri, continuum of care itu tidak terputus, artinya antara skrining dan terapi sesuai.

Layanan PET CT mempunyai potensi bahaya karena dapat menimbulkan overdiagnosis, overtreatment, false positives, false negatives, maupun harmful physica. Namun, manfaat penggunaan PET CT tersebut juga banyak misalnya dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit dan morbiditas, pengobatan invasif, mengurangi insiden, mengurangi kemungkinan kematian. Andre menyampaikan bahwa kedepan yang perlu dipersiapkan adalah regulasi yang sesuai, kepemimpinan dan manajemen yang terukur, prosedur standarisasi PET CT, pelatihan, pembiayaan yang sesuai, serta sistem Informasi yang dapat menentukan hasil dan kelancaran feedback serta analisis data demi terciptanya skrining kanker yang sesuai implementasi.

Video

Panel 2.1: dr. Kardinah, Sp. Rad. (K) (Ketua Komite Medik RS Kanker Dharmais)

Kardinah menyampaikan Roadmap Radiofarmaka di RS Kanker Dharmais. Pada tahun 2006-2009 RS Kanker Dharmais melakukan studi kelayakan, pada 2010 telah melakukan pengadaan alat Cyclotron 11MeV, Hot Lab level 3 dan PET/CT, kemudian pada 2012 mulai operasional. Selama ini, layanan radiofarmaka mengacu pada peraturan BAPETEN RI yaitu Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Penatalaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Ketenaganukliran dan Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Produksi Radioisotop Untuk Radiofarmaka. Kardinah menyampaikan bahwa bila ada rumah sakit ingin melakukan pelayanan ini, perlu ada standarisasi dan regulasi yang baku. Investasi PET CT mahal, maka dari itu perlu ada kontrol kualitas/ quality control yang sesuai di rumah sakit. RS Kanker Dharmais sendiri baru mendapatkan sertifikat CPOB pada Maret 2024. 

Terkait quality control di RS Kanker Dharmais, Komite Medik selalu memastikan keterlibatan tenaga kesehatan maupun penunjang dari mulai Staf Medik, Radiografer, Fisikawan Medis, Perawat, Cyclotron engineer, Radiopharmacist, Radiochemist, dan Petugas Proteksi Radiasi. Diharapkan jika Komite Medik, Komite Keperawatan dan Nakes lain bekerja dengan baik maka mutu layanan akan terjaga dengan cara pelaksanaan kredensial, audit medik/ linis, dan etik disiplin. Komite Medik kemudian menetapkan Penetapan Kewenangan Klinis, Pedoman Praktik Klinis (Tatalaksana dan Prosedur Tindakan Medik coding ICD10 /ICD9), dan Penetapan white paper pada staf medik dengan kompetensi tumpang tindih.

Menurut Kardinah, pelaksanaan layanan PET Scan memerlukan dukungan tenaga kesehatan yang mempunyai kualifikasi terstandar. Selain itu, evaluasi dan monitoring keselamatan radiasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begitu juga terkait ketersediaan radiofarmaka PET yang sesuai CPOB dan ijin distribusi antar rumah sakit masih berproses, serta perlunya penerapan standar nasional teknis medis untuk peningkatan mutu layanan di rumah sakit.

Materi Video

Panel 2.2: Clinical Application of PET CT in Indonesia: Present and Future oleh Prof. dr. A. Hussein S Kartamihardja, Sp.KN., M.H.Kes. (Guru Besar FK Universitas Padjajaran)

Hussein menyampaikan bahwa terdapat 3 pilar kedokteran nuklir yakni Man Power (Kemenkes dan BPJS), radiofarmaka (BAPETEN) dan sarana prasarana alat kesehatan yang terstandarisasi (BPOM). Pelayanan kedokteran nuklir terdiri dari pelayanan diagnostik (in-vitro dan in-vivo) & terapi (malignant – benign). Menurut Hussein, kedokteran Nuklir di masa depan dapat menunjang layanan kardiologi, onkologi, dan bahkan neuroscience.

Dalam layanan Onkologi, kita sudah mengenal istilah theranostic yaitu gabungan antara diagnosis dan terapi untuk dapat mendefinisikan diagnosis yang tepat untuk terapi yang sesuai bagi penyakit tertentu. Menurut Hussein, layanan PET CT ini sebenarnya sangat mendukung rumah sakit dalam menerapkan value based dan patient centered care. Masih banyak peluang yang dapat diperkuat oleh stakeholder untuk memperkuat regulasi melalui riset terkait dengan PET CT ini.

Materi Video

Panel 2.3: Adj.prof. dr. Hans Wijaya, MM. (Direktur Cyclotek Pharmaceutical Indonesia)

Hans menyampaikan bahwa pada kanker tingkat kematian pasien laki-laki lebih besar daripada perempuan. 9 dari 10 wanita meninggal kanker serviks berasal dari negara-negara berkembang.

Banyak investasi terkait pengembangan penelitian kedokteran ada di bidang onkologi. Jika kita melihat klaim BPJS, klaim terbesar keempat adalah klaim pembiayaan untuk kanker. Jika skrining kanker ini telat, maka pembiayaan kesehatan dapat membengkak. Maka dari itu, layanan PET CT ini perlu diintegrasikan untuk early diagnosis.

Menurut Hans, Precision Medicine terdiri dari Diagnosis (Next Genome Sequencing) dan Terapi (Targeted Chemotherapy, Immunotherapy, Targeted Radiotherapy, dan Radiologi Therapy). Semakin menuju precision medicine maka semakin membutuhkan PET CT Scan. PET CT Scan Outlook akan menjadi layanan yang diminati. Pada 2031, terapi kedokteran nuklir akan berkembang tidak hanya diagnosisnya saja. Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan terkait Pelayanan PET CT Scan diperlakukan sebagai barang privat untuk diagnostik, kompleksitas penyiapan radioisotop, kurangnya tenaga ahli, dan kesiapan dokter atau tenaga kesehatan yang lain.

Dampak jika layanan PET CT tidak segera dilakukan di Indonesia antara lain mutu dan inovasi pelayanan kanker rendah, stadium awal diagnostik Terlambat, biaya pelayanan kesehatan dominan pada pengobatan komplikasi, tingginya angka mortalitas pada kanker, dan Capital Outflow. Menurut Hans, strategi yang perlu segera dilakukan adalah membangun ekosistem medis yang presisi (skrining, diagnostik, terapi monitoring) dan pasokan radioisotop yang dialihdayakan.

Materi Video

Pembahas 2.1: Dr. dr. Bangbang Ariyanto, Sp. KNTM (Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia)

Bangbang menyampaikan bahwa dalam persiapan, pelayanan kedokteran nuklir di RS Kanker Dharmais sendiri perlu persiapan 6 tahun dan baru bisa melayani 5-6 pasien per hari di tahun ini pasca 12 tahun layanan mulai beroperasi sejak 2012, artinya perlu proses dalam pelayanan radiofarmaka utamanya PET CT di Indonesia. Hal ini wajar karena dalam pelaksanaan PET CT sendiri diperlukan ekosistem yang baik apalagi pemenuhan layanan PET CT terkait SDM, sarana prasarana alat kesehatan dan perizinan yang terstandarisasi. Selain itu, diperlukan kolaborasi yang baik antara stakeholder maupun antar faskes pemberi layanan agar layanan ini dapat berjalan dengan semestinya.


Pembahas 2.2: Dr. dr. Nurhuda Hendra Setyawan, Sp.Rad, M.Sc (Dosen KSM Radiologi, RSUP Dr. Sardjito)

Nurhuda menyampaikan bahwa selain pengadaan alat PET CT Scan, yang perlu segera dipenuhi juga adalah SDM kompeten yang dapat menggunakan alat tersebut dengan baik demi tercapainya layanan yang sesuai mutu. Selain SDM, keamanan radiasi, CPOB, dan standar nasional teknis medis mengenai kedokteran nuklir di Indonesia juga patut direalisasikan.

Rekaman kegiatan: https://www.youtube.com/watch?v=JTq0-UgtdQA&t=9490s


Reporter: Fajrul Falah (Divisi Manajemen Rumah Sakit, PKMK UGM)

COMMENTS